Bagaimana Jika Orang Asia Mengejar Mimpinya Ala American Dream?

Penulis: Hikmah Bima Odityo

Sekarang, siapa sih yang nggak ingin pergi dan menetap di negeri Paman Sam itu. Selain menawarkan kemajuan, Ia juga menawarkan kenyamanan hidup. Itulah mengapa, Amerika seringkali disebut sebagai surga dunia. Iyaa, “surga dunia". Pantas saja bidadari kek Maudy Ayunda, juga kepingin lanjut sekolah disana. Hmmm.... skip~

Orang-orang Asia yang terbiasa hidup sulit dan bekerja keras, sudah tentu memiliki kesempatan memenangkan kompetisi disana, dan mungkin, bisa menjadi orang yang sukses.

Eeeiittsss, tapi tunggu dulu. Sebelumnya kita sepakati, “bahwa setiap impian membutuhkan pengorbanan” bukaaan.

Tidak se-mulus yang dibayangkan, kita akan dihadapkan dengan getirnya perjuangan, seperti yang dijalani Pin-Jui dalam film Tigertail.

Sebelum saya ceritakan, hati-hati!, tulisan ini mungkin mengandung spoiler bagi kalian yang belum nonton. Tapi tak apalah, toh kalian akan tetap ngeyel membaca tulian ini karena penasaran. huehe.


Awal mula cerita

Semenjak kepergian ayahnya, Pin-Jui kecil kini tinggal bersama neneknya, di sebuah pedesaan terpencil di Taiwan (disinilah pertama kalinya Ia bertemu dengan Yuan - pacarnya). Nenek Pin-Jui hanyalah seorang petani, sedangkan ibunya bekerja di kota sebagai buruh pabrik.

Selayaknya anak kecil pada umumnya, Pin-Jui sangat rindu akan kasih sayang ayah dan ibunya. Ia kemudian terjatuh mengejar-ngejar fatamorgana ayah-ibunya, ketika ingin mengambil air di sungai.

Sepulang dari ladang, Ia kemudian bercerita kepada neneknya kalau Ia melihat ayah-ibunya. Namun, neneknya menyuruh Ia diam dan bergegas menyembunyikan Pin-Jui ke dalam kabinet kuno di rumahnya.

Ketika itu, datang polisi China mencari pemberontak pemerintahan, nenek Pin-Jui takut kalau Pin-Jui ditangkap karena keberadaannya ilegal. Namun pada akhirnya, nenek Pin-Jui berhasil meyakinkan polisi tersebut.

Setelah polisi itu pergi, Pin-Jui dikeluarkan, Pin-Jui memohon kepada neneknya agar dapat segera bertemu dengan orang tuanya. Kemudian neneknya menceritakan bahwa ayahnya sudah meninggal dunia, dan ibunya sedang bekerja.

Seketika Pin-Jui ingin menangis. Dengan tegas neneknya berkata: “Jangan menangis! Menangis tidak akan menyelesaikan masalah”. “Tetap kuat! Jangan biarkan siapapun melihatmu menangis”. “Apakah kamu mengerti?”, “Apakah kamu tetap akan menangis?”. Pin-Jui kecil hanya menggelengkan kepala.

Singkat cerita, ketika Pin-Jui ingin mengambil air di sungai kembali, Ia bertemu dengan Yuan – sosok perempuan cantik dan baik hati yang kemudian mampu merebut hatinya. Pin-Jui akhirnya berteman dengan Yuan dan bermain bersama-sama.

Menginjak usia remaja, Pin-Jui pindah ke kota, bekerja membantu ibunya sebagai buruh pabrik. Ia berfikir bahwa Ia tidak akan bertemu kembali dengan Yuan. 

Namun, siapa sangka, beberapa tahun kemudian, Yuan juga berpindah ke kota dan akhirnya bertemu kembali dengan Pin-Jui.

Di sebuah club, Yuan bertanya, “Dari mana kamu belajar dansa?”. “Dari film Amerika.”, Pin-Jui menjawab. “Suatu saat aku akan ke Amerika, membawa ibuku, dia tidak perlu bekerja lagi”, tambahnya. Yuan kembali bertanya, “Bolehkah aku ikut?”. Pin-Jui dengan cepat menjawab, “Tentu saja! Dengan siapa lagi aku bisa berdansa disana?”. Yuan-pun tersenyum tersipu malu.

Meski hidup dalam keterpurukan ekonomi, hari-hari terasa bahagia dengan kejutan-kejutan konyol yang diberikan Pin-Jui kepada Yuan. Pernah mereka ke restoran mahal, berlari dan tidak membayar karena memang Pin-Jui tidak memiliki uang.

Yuan-pun tidak ambil pusing walau dia berasal dari keluarga yang lebih kaya. Ia tetap mencintai Pin-Jui apa adanya. Pacaranpun menjadi asik. Saking terbentuknya chemistry, mereka sama-sama suka budaya Amerika cum lagu-lagu milik Otis Redding.

Pernah seketika Yuan bertanya, “Bolehkah aku melihat rumahmu?”, Pin-Jui menjawab, “Rumahku terlalu fancy, jika aku tunjukkan, nanti kamu memilihku karena uangku, bukan karena tampang dan pesonaku.” Wajar saja, karena pada saat itu kepemilikan rumah di Amerika, menjadi salah satu ukuran bahwa mimpi (American Dream) seseorang telah tercapai.

Namun pada akhirnya, Pin-Jui menunjukkan rumah yang hanya sepetak bersama ibunya itu. Yuan-pun tidak mempermasalahkan, Ia tetap setia kepada Pin-Jui.


Living with someone we have but not we love

Falling in love with someone we can’t have mungkin sudah biasa, tapi bagaimana jika akhirnya living with someone we have but not we love? ambyar ndaaa~

Pin-Jui tua mungkin telah memiliki segalanya; karir, rumah, mobil di Amerika, tapi ia benar-benar kehilangan hal yang paling berharga, yaitu: cinta sejatinya.

Sambil minum teh, Ia perlahan-lahan mengingat-ingat masa remajanya. Kala itu, karena tidak memiliki modal, Pin-Jui terpaksa menerima tawaran bosnya untuk tinggal di Amerika, dengan catatan Ia harus menikahi anaknya, bernama Zhenzhen.

Pin-Jui berharap, jika sudah sukses, Ia akan mengajak ibunya untuk tinggal di Amerika. Tapi kenyataan berkata lain, sesampainya di Amerika, Pin-Jui harus bekerja keras agar bisa hidup, apa-apa mahal disana. Ibunya-pun menolak tawarannya karena Ia belum benar-benar sukses.

Ia pun bekerja pagi-malam sebagai penjaga toko swalayan kecil disana. Hidupnya terasa hambar, istrinya – Zhenzhen – tidak bisa diajak berdansa. Zhenzhen juga merupakan tipikal orang yang canggung untuk melakukan hal-hal konyol, seperti kabur dari restoran mahal dan tidak membayarnya.

Hari demi hari berlalu, akhirnya Pin-Jui dan Zhenzhen memiliki dua orang anak. Ia mendidik anak-anaknya begitu keras, semuanya harus serba sempurna, tidak boleh menangis dan mengeluh seperti apa yang diajarkan oleh neneknya.

Tujuan Pin-Jui sebenarnya baik, dengan harapan kelak mereka bisa mandiri dan memiliki kemampuan finansial yang mumpuni di Amerika.

Seiring berjalannya waktu, Pin-Jui masih merasakan hambar dalam kehidupannya. Ia kini merasakan apa yang dinamakan happy outside but broken inside. Komunikasinya dengan anak-anaknya berjalan tidak baik. Ia juga akhirnya bercerai dengan istrinya - Zhenzhen - di masa tuanya.

Singkat cerita, di masa tuanya, Pin-Jui bertemu kembali dengan Yuan di New York. Dari pertemuan tersebut, Ia menjadi sedikit terbuka dengan anaknya – Angela. Akhirnya, Pin-Jui menceritakan seluruh kisah hidupnya kepada Angela.

Saya menyatakan bahwa film ini sangat recommended untuk ditonton. Apalagi bagi kamu yang sedang memperjuangkan mimpi-mimpimu, juga kamu yang akan memutuskan untuk memulai hubungan serius dengan pasanganmu. Walaupun plot ceritanya maju mundur, namun tetap saja enak untuk diikuti.

Sebagai penutup, ada sebuah pelajaran berharga disini:

“Bahwa kesalahan terbesar adalah bukan karena gagal mewujudkan impian-impian (American Dreams), tapi kesalahan terbesar, adalah berhasil mencapai impian tapi bukan impian yang kita yakini”

No comments:

Powered by Blogger.