Permohonan Maaf Kami Untuk Staff Khusus Milenial

Penulis : Dipo Suryo Wijoyo
Kenapa judulnya seperti itu? Karena sebelum tulisan ini dibuat saya selaku penulis, bersama dua orang kawan saya bernama Deny Giovanno dan Henrikus terlebih dahulu membahas mengenai tingkah dan polah  staf khusus (stafsus) milenial bentukan Presiden Joko Widodo periode 2019-2024. 

Saya tidak ingin menyebutkan nama stafsus milenial ini, saya melihat ini sebagai suatu kesatuan institusional yang memiliki dasar hukum dari sebuah jabatan yang mereka emban, jadi saya melihat mereka dari bagaimana mereka bekerja dan apa hasil kerja mereka, sesederhana itu. 

Pergunjingan bersama kedua rekan saya ini dimulai dari surat yang terbit berkop Sekretariat Kabinet Republik Indonesia untuk Camat mengenai sosialisasi penanganan pandemi Covid-19. Sebelum kami bertiga bergunjing soal surat tersebut, warganet terlebih dahulu ramai di dunia maya.

Warganet berasumsi bahwa surat itu dianggap melompati kewenangan dan kekuasaan, bahkan ada yang berpendapat bahwa isi surat itu memiliki kepentingan pihak-pihak tertentu, karena dalam surat itu menyebutkan dan mengarahkan agar camat bekerjasama dengan salah satu korporasi, dan sialnya, si stafsus milenial yang menandatangani surat tersebut adalah pemilik dari korporasi tersebut. Semesta mendukung. 

Setelah kejadian itu, ramai lagi di khalayak maya soal stafsus milenial yang disinyalir mendapatkan keuntungan dari Kartu Prakerja karena startup besutannya dipilih sebagai agregator dan rekanan pemerintah dalam program Kartu Prakerja. Ramainya pembahasan itu membuat yang bersangkutan harus memberikan keterangan di media.

Dia menjelaskan bagaimana proses dipilihnya startup tersebut menjadi fasilitator Kartu Prakerja secara teknis dia jelaskan melalui media, bahkan ada statement beliau yang mengatakan dia siap mundur dari stafsus presiden, jika ternyata terpilihnya startup besutannya terbukti konflik kepentingan, gagah sekali, jika benar terjadi. 

Sebenarnya ada lagi pergunjingan kami, soal stafsus milenial yang menuliskan keterangan di salah satu sosial media pribadi miliknya, bahwa ia telah ditunjuk sebagai staff khusus presiden, memiliki tugas dari Presiden dan jabatan itu setara dengan Menteri. Yak, menteri.

Staff sejajar dengan Menteri. Tapi yang ini tidak begitu penting, bahkan dari awal saya anggap ini sebagai lelucon saja, seperti orang yang sedang bergurau dengan teman tongkrongan.

Kenapa saya anggap ini lelucon? Ya karena dia mungkin belum pernah membaca apa dan siapa staff khusus itu? Inilah yang membuat bukan saja saya selaku penulis dan kedua teman ghibah saya akhirnya bergunjing, tapi khalayak maya juga meramaikan hal tersebut.

Baca juga: Trias Politica Gado-Gado

Kembali ke pembahasan awal, menyoal perusahaan rekanan pemerintah dalam program Kartu Prakerja dan surat sakti Sekretariat Kabinet Republik Indonesia ini.

Mungkin dalam beberapa forum pembelaannya mereka bisa saja berdalih bahwa proses penunjukkan sebagai rekanan pemerintah melalui mekanisme yang sudah sesuai dan tidak ada intervensi dia selaku CEO Ruang Guru ataupun selaku stafsus Presiden. 

Sebelum membahas lebih lanjut, coba kita bersama-sama memahami apa itu konflik kepentingan? Dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dijelaskan bahwa konflik kepentingan ialah "kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya."

Secara umum konflik kepentingan tidak hanya dimaknai ketika terjadi perbuatan pengambilan keputusan atau saat melaksanakan program pemerintah yang menguntungkan pejabat publik secara individu saja, situasi yang memiliki potensi untuk mempengaruhi kinerja seorang pejabat publik di masa mendatang juga masuk dalam pengertian konflik kepentingan. 

Kemudian, yang perlu kita pahami bersama bahwa bicara konflik kepentingan dan keuntungan pribadi, kita tidak hanya menyoroti soal keuntungan secara finansial yang langsung didapat saat ini juga, tapi keuntungan perusahaan rintisan berupa popularitas perusahaan, informasi mengenai data pengguna, peningkatan jumlah penggunaan aplikasi dan semacamnya juga kita sebut sebagai keuntungan. Karena pada dasarnya setiap perusahaan didirikan berguna sebagai wadah yang sah untuk mencari laba, bukan yang lainnya.

Begitu juga dengan apa yang terjadi pada surat sakti dari stafsus untuk camat, bahkan permohonan maaf saja bagi saya tidak cukup, karena yang telah ia tunjukkan kepada publik bukanlah suatu kesalahan teknis belaka, yang ia tunjukkan kepada publik bahwa telah hidup anak muda dengan mental inlander yang korup sedang memiliki kekuasaan. Bayangkan apa yang terjadi jika surat sakti tersebut tidak viral di media sosial? Apa sang stafsus tetap meminta maaf dan mencabut suratnya? 

Dua kejadian beruntun di atas seakan menjadi mimpi buruk bagi anak muda Indonesia. Awalnya, kami begitu optimis dengan adanya anak muda di lingkaran kekuasaan, kami melihat ada lompatan generasi dan kesempatan besar untuk anak anak muda Indonesia berkiprah di dunia politik Indonesia, yang selama puluhan tahun dikuasai oleh orang orang tua yang mengendap terlalu lama, bahkan banyak di antaranya yang telah kehilangan orientasinya dalam bernegara hahaha...

Baca juga: Urgensi Oposisi Dalam Pemerintahan Yang Demokratis

Tadinya, hadirnya beberapa anak-anak muda di lingkaran istana membuat kekuasaan lebih terbuka secara pemikiran, gagasan, akan semakin banyak terobosan untuk Indonesia.

Ternyata mereka yang mendapat kekuasaan tak memberikan perubahan berarti, bahkan menunjukkan sifat aslinya: oportunis, seperti sedang berlomba-lomba untuk menggarong dari kewenangan yang mereka miliki, walau tak seberapa juga. 

Akhirnya kita memahami, bahwa memiliki perusahaan rintisan yang populer di masyarakat bukan jaminan ia akan menjadi orang yang siap dan tepat saat telah bersentuhan dengan kekuasaan dan negara.

Maka tulisan ini bermaksud untuk mengembalikan mereka ke habitat dimana keilmuan dan ide yang mereka miliki bertemu dalam satu ekosistem tanpa perlu iming-iming kekuasaan rumit dan birokrasi yang berbelit.

Satu hal yang paling penting untuk kita sadari, bahwa negara dan bangsa kita memang sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945 tapi alam pikir kita masih bermukim semangat feodal dan mental inlander.

Inti dari tulisan ini ialah permohonan maaf dari saya dan kedua teman saya. Setidaknya maafkan kami karena akan terus mengkritik kalian. Saya akhiri tulisan ini dengan pendapat Bung Hatta yang sangat tersohor itu:

"Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki" 

Salam Hormat Saya untuk Paduka Jang Moelia Staff Khusus Presiden 

*Penulis Dipo Suryo Wijoyo, pria yang mendadak ragu tentang revolusi tapi tetap menanti cinta sejati. Dipo dapat dihubungi lewat akun IG @dipo.suryo

No comments:

Powered by Blogger.