Etika Kemanusiaan Saat Wabah Menyerang

Penulis : Putra Adibil Anam
Dampak yang ditimbulkan dari adanya Covid-19 sangat berkepanjangan. Selain berdampak pada kesehatan, ekonomi, politik, wabah ini juga berdampak pada aspek sosiologis masyarakat. Di antaranya dengan adanya  penolakan pemakaman jenazah yang positif Covid-19 di beberapa daerah di Indonesia. 

Penolakan itu muncul karena masyarakat merasa khawatir akan tertular Covid-19 dari jenazah yang dimakamkan di daerahnya tersebut. Ironis melihat kondisi seperti ini, dilihat dari sisi kemanusiaan, sungguh itu jauh dari kata sempurna. 

Etika kemanusiaan dalam kehidupan sosial menuntut seseorang untuk saling menghormati, begitupula dengan jenazah positif Covid-19. Menghormati di sini dimaksudkan untuk memberikan hak yang seharusnya diberikan kepada korban. Kalaupun boleh memilih untuk meninggal, ia pun tidak ingin meninggal akibat covid-19. 

Belum lagi etika kemanusiaan itu perlu ditujukan kepada keluarga korban. Akan sangat ironis perasaan keluarga korban apabila melihat salah satu keluarganya ditolak untuk dimakamkan di beberapa daerah. Seharusnya, keluarga korban mendapatkan dukungan, bukan malah penolakan.
Fakta di Lapangan

Salah satu alasan masyarakat menolak pemakaman jenazah positif Covid-19 ialah mereka merasa khawatir tertular virus. Tindakan penolakan yang dilakukan oleh masyarakat berupa menghadang petugas medis yang hendak memakamkan jenazah, melakukan pemblokiran jalan, hingga tindakan pelemparan batu kepada petugas medis. Dalam hal ini, masyarakat melakukan berbagai cara dengan maksud menghalang-halangi proses pemakaman.

Untuk membantah kekhawatiran masyarakat akibat pemakaman jenazah Covid-19, pada kesempatan kali ini, penulis akan memberikan fakta-fakta yang ada di lapangan mengenai pemakaman jenazah Covid-19.

Pertama, orang yang telah meninggal tidak akan menularkan Covid-19 kepada orang yang masih hidup. Dilansir dari tagar.news, Direktur Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, mengatakan bahwa Covid-19 akan ikut mati bersama orang yang terpapar Covid-19. Dirinya menegaskan bahwasanya orang yang telah meninggal tidak akan menularkan virus kepada orang yang masih hidup.

Sependapat dengan Syahril, anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, mengatakan virus Covid-19 hanya dapat menginduk pada orang yang masih hidup. Virus hanya dapat hidup pada inang hidup dan ditularkan melalui interaksi secara langsung, seperti halnya berjabat tangan, batuk, dan bersin. Sedangkan orang yang telah meninggal tidak dapat melakukan interaksi. 

Kedua, Covid-19 akan mati di dalam tanah. Hal itu dibenarkan oleh Bupati Banyumas, Achmad Husein yang didampingi ahli, menegaskan bahwa virus akan mati apabila sudah masuk ke dalam tanah. Selain itu, dirinya menyebutkan bahwa virus tidak dapat berkembang biak, menjalar melalui tanah dan menular kepada masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan hal ini.

Ketiga, adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pemakaman jenazah Covid-19. Proses pemakaman jenazah Covid-19 tentu berbeda dari pemakaman pada umumnya. Melihat kondisi yang sangat riskan dan berpotensi menularkan, maka pemakaman ini memiliki standar khusus. Protokol ini dirilis oleh Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama Republik Indonesia. 

Dalam protokol itu disebutkan terkait pengurusan jenazah yang perlu diperhatikan adalah: (I) Pengurusan jenazah hanya boleh dilakukan oleh petugas medis yang sudah resmi ditunjuk oleh rumah sakit terkait, (II) Jenazah ditutup dengan kain kafan atau bahan yang terbuat dari plastik yang mampu menahan air, (III) Apabila jenazah sudah dalam kondisi terbungkus maka dilarang untuk dibuka kembali, karena berpotensi menularkan Covid-19 dari tubuh jenazah dan (IV) Jenazah disemayamkan tidak lebih dari empat jam.

Dari fakta yang telah disebutkan di atas kekhawatiran masyarakat dapat dibantah secara ilmiah dengan pendekatan ilmu medis. Dalam penanganannya, prosesi pemakaman jenazah Covid-19 ini juga menggunakan SOP sesuai kaidah yang ada. Orang-orang yang menangani bukanlah orang biasa, serta dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Hal yang perlu diberikan kepada masyarakat saat ini ialah penyuluhan dan edukasi mengenai hal ini, sehingga masyarakat tidak perlu merasa cemas dan khawatir.
Etika Pancasila dan Kemanusiaan

Manusia sebagai Homo Duplex tidak cukup dikenal sebagai makhluk biologis dan ekonomis, tetapi juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia menciptakan hubungan sosial. Dalam menjamin adanya ketertiban dan keteraturan dalam berinteraksi, maka lahirlah suatu etika sebagai suatu acuan dalam tingkah laku sebagai anggota masyarakat. 

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etika bermakna kumpulan nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar atau salah yang dianut oleh suatu golongan masyarakat tentang hak dan kewajiban moral. Melihat pengertian di atas etika dipandang sebagai suatu hal yang positif dan dijadikan sebagai pedoman hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, hakikatnya tingkah laku masyarakat tidak mempunyai kebebasan penuh, karena ada ikatan nilai yang mengatur dalam tingkah lakunya. 

Sebagai masyarakat pluralis, masyarakat Indonesia dapat dipastikan mempunyai ribuan sistem nilai dan etika yang dikembangkan oleh masyarakatnya. Tetapi, dengan adanya Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa, maka Pancasila dijadikan sebagai sumber nilai dan etika. 

Aktualisasi nilai Pancasila akan tercermin dalam suatu sistem etika dalam kehidupan sehari-hari. Sila kedua Pancasila memuat unsur kemanusiaan dengan menjaga harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang tidak boleh dibedakan. Kemanusiaan yang adil dan beradab artinya, kita sebagai bangsa Indonesia harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain. 

Kata adil dimaksudkan apabila kita berbuat sesuatu tanpa melihat latar belakang seseorang. Maka dari itu, etika kemanusiaan mendorong seseorang untuk berperilaku sesuai dengan hati nurani kepada sesama manusia. Menguji kepekaan seseorang terhadap lingkungan sekitar dengan melihat kondisi yang dialaminya. Sebagai contoh, apabila seseorang sedang mengalami kesulitan maka selayaknya kita membantunya, bukan justru membiarkannya dalam kesulitannya tersebut.

Untuk itu etika kemanusiaan menuntut seseorang untuk saling menghormati dan menghargai sesama manusia. Mengutamakan asas kemanusiaan dan mengesampingkan egoisme pribadi menjadi perwujudan etika kemanusiaan yang perlu diterapkan saat ini. 

Kasus di atas seharusnya dijadikan pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk saling menerapkan nilai dan etika yang termaktub dalam Pancasila, khususnya sila kedua. Penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila secara tepat, tulus, dan ikhlas dapat dijadikan sebagai filter dalam menghadapi perputaran keadaan sosiologis masyarakat Indonesia.

*Penulis Putra Adibil Anam saat ini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) dan aktif di Forum Kajian Penulisan Hukum Mahasiswa FH UII. Putra dapat dihubungi melalui IG @adibilanam

No comments:

Powered by Blogger.