Eksploitasi Peran Perempuan

Penulis : Lisa Elfena
Dunia industri saat ini diminta untuk mengutamakan kesetaraan gender antara kedudukan pekerja laki-laki dan perempuan, sebab kini peran perempuan dirasa semakin profesional dalam berkarya dan berkontribusi besar dalam lingkungan kerja. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Februari 2017, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pekerja perempuan meningkat sebesar 2,33% menjadi 55,04% dari sebelumnya yaitu 52,71% pada Februari 2016, dari data tersebut dapat dikatakan bahwa perempuan semakin aktif mengambil bagian dalam mendukung perekonomian nasional dan memiliki kesempatan yang sama pada dunia kerja.

Partisipasi wanita di dunia kerja juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan keluarga, khususnya di bidang ekonomi. Angka pekerja wanita di Indonesia dan juga di negara lain pasti akan terus meningkat, mengingat kesempatan belajar dan kesempatan kerja yang terus terbuka luas untuk kaum perempuan. 

Peningkatan angka dan juga kesempatan kerja pada perempuan selain mempengaruhi pasar juga mempengaruhi bagaimana kesejahteraan rumah tangganya. Ketika perempuan ikut andil dalam menghasilkan uang maka kesejahteraan rumah tangga juga akan meningkat terutama kesejahteraan dalam bidang ekonomi.

Bhasin (1996:5) mengatakan bahwa dalam rumah tangga, perempuan atau istri memberikan semua pelayanan untuk anak, suami dan juga anggota keluarga lain sepanjang hidupnya. Bhasin menambahkan bahwa peran perempuan tersembunyi di rumah tangga dan berkutat pada urusan 3M, macak/bersolek, manak/melahirkan dan masak/memasak).

Seringkali perempuan juga mendapatkan julukan sebagai kanca wingking atau dalam bahasa Indonesia adalah teman belakang yang mana hal ini mempunyai arti sebagai orang yang berkewajiban mengurus rumah tangga. 

Dewasa ini kenyataannya perempuan tidak hanya menjadi seorang ibu rumah tangga namun juga menjadi seseorang di sektor publik, hal ini dikarenakan tuntutan ekonomi dan juga sosial rumah tangga. Tuntutan ekonomi dan juga tuntutan sosial inilah yang mendorong perempuan sekarang turut andil dalam mencari nafkah dan memenuhi semua kebutuhan keluarga. 

Banyak faktor yang mempengaruhi mengapa perempuan harus bekerja dalam sektor publik dan tidak lagi hanya menjadi sekadar kanca wingking. Motivasi perempuan untuk bekerja yaitu suami yang tidak bekerja, pendapatan rumah tangga rendah sedangkan jumlah tanggungan keluarga cukup tinggi, ingin mengisi waktu luang, ingin mencari uang sendiri, ataupun ingin mencari pengalaman (Asyiek, dkk) dalam Artini dan Handayani (2009:10). 

Lebih lanjut lagi Artini dan Handayani (2009:10) mengatakan bahwa umumya perempuan termotivasi untuk bekerja adalah untuk membantu menghidupi keluarga dan umumnya bekerja pada sektor informal, hal ini dilakukan agar dapat membagi waktu untuk bekerja dan juga pada keluarganya sendiri.

Keadaan yang demikian membuat perempuan memiliki dua peran sekaligus, peran domestik yang bertugas mengurus rumah tangga dan peran publik yang bertugas di luar rumah atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga. 

Bagi keluarga kelas bawah keterlibatan seluruh anggota keluarga sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga tersebut. Karena ketika semua anggota keluarga bekerja maka pendapatan rumah tanggapun akan meningkat sehingga kebutuhan ekonomi yang tinggi mampu tercukupi.

Namun hal ini sering berbanding terbalik dengan apa yang sudah diyakini oleh masyarakat setempat. Dikategorikannya perempuan sebagai kanca wingking membuat perempuan yang bekerja mendapat stigma yang berbeda di dalam masyarakat. Tatanan patriarkis yang masih mengakar kuat di dalam budaya masyarakat saat ini menjadi tantangan tersendiri untuk para perempuan yang bekerja. 

Di satu sisi perempuan harus mengabdi dan memberikan pelayanan untuk suami, anak-anak dan juga anggota keluarga lainnya, namun di sisi lain perempuan juga terbebani apabila ia tidak dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga.

Adanya tuntutan ekonomi dalam tatanan masyarakat kelas bawah inilah yang membuat perempuan saat ini menjadi aktif bekerja di luar ranah domestik. Perempuan saat ini tidak ada lagi batasan untuk melakukan pekerjaan apa yang ia inginkan, bahkan dalam hal politikpun saat ini perempuan mempunyai keterwakilan kuota sebesar 30 persen. Hal ini telah membuktikan bahwa perempuan saat ini memiliki berbagai kesempatan yang luas untuk mengimbangi pekerjaan laki-laki.

Dengan terbukanya kesempatan untuk perempuan bekerja hal ini tidak lantas membawa perubahan yang positif saja, banyak hal-hal negatif yang mengiringi perubahan perempuan dalam kesempatan bekerja. Stigma yang masih melekat pada perempuan sebagai pekerja domestik tidak lantas begitu saja hilang dan masih menjadi beban tersendiri yang harus dihapuskan.

*Penulis Lisa Elfena saat ini aktif bergiat di Komite International Womens Day (IWD) Solo. Lisa dapat dikontak melalui IG @elfenalisa 

No comments:

Powered by Blogger.